6 Maret 2014

Turbulensi


Untuk gejolak yang datang tanpa bilang-bilang dan seenaknya minta diantar pulang.

Kamu pemicu utama dari getar pertama yang memberi indah sebelum waktunya. Aku tak punya alasan banyak. Berulang kali kucoba pahami tentang esensi nyata bernama rasa. Tapi percuma, pikiranku punya batasannya, terlalu jauh menerawang—lama-lama aku bisa gila. Kalau diingat sekali lagi, akan ada kata aneh yang terselip dari zona perjumpaan kita. Hanya satu hentakan kecil, satu sentilan pelan namun memberi dampak lebih dari sebuah sentuhan, genggaman, sampai menjadi pelukan. Bahasa non-verbal yang kita aksikan agaknya memberi dampak 93% tepat mengenai makna daripada bahasa verbal yang hanya 7% saja mengenai makna.Yang jelas membuat kita seolah tak ingin terlepas. Namun selama pengamatan yang kulakukan, kita haya berkutat pada proses pengulangan: setelah kita melakukannya maka besok kita akan melakukannya lagi, terus seperti itu…seumpama relasi yang kini kita jalani.

Aku akan menjabarkannya dari cerita bahagia terlebih dahulu. Mungkin bagi sebagian orang hal ini akan menjadi hal yang tidak logis. Ada seonggok bagian dari dalam diriku, yang sepertinya punya kehendaknya sendiri, punya geraknya sendiri. Dan seringya ia tak bisa kukendalikan. Sampai di titik terakhir ia membawa aku kepadamu. Bahagia yang sederhanakan? Atau kauingin yang lebih rumit. Misalnya, ada meteor yang jatuh ke arahku dan kamu dengan heroitnya menyeamatkan aku. Atau, secara tiba-tiba sekawanan naga keluar dari tanah, dinosaurus muncul kembali, serta jutaan kawanan raja wali mengepung kita, ketika kita sedang duduk-duduk di lobi menunggu hal yang tak pasti. Barangkali kau mau yang lebih seru, seperti banjir, kebakaran, gunung meletus, atau gempa bumi, kamu ingin yang mana? Tinggal pilih saja keadaan apa yang harus aku tuliskan untuk menjadi faktor utama kita berjumpa. Tapi bagiku, apapun yang melatar belakangi pertemuan kita itu tak jadi masalah, yang penting kita bertemu.

Itu sudah lebih dari cerita bahagia.

Namun, kamu tahukan…kebahagiaan selalu menuntut keabadian. Dan di dunia ini mana ada yang abadi. Semua punya masanya, kadarnya sudah di beri sesuai porsi. Pas, tak kurang, tak lebih. Dan semuanya akan dirasa berlipat kali indahnya kalau rasa syukur telah kita punya. Seperti yang kau katakan, bahwa kita harus lebih banyak belajar dengan esensi kehidupan. Maka intisari dari rasa syukur itu akan semakin menebal di hati kita. Semoga.

Waktu itu kau seolah menjadi sebab aku bisa lepas dari keterlepasanku. Maksudku, tentang sebuah kenikmatan. Aku selalu mendapatkannya darimu. Kenikmatan yang begitu besar yang menggetarkan kepala hingga ujung kaki. Kenikmatan itu berupa lengkung senyummu, teduh tatapanmu, hangat rangkulanmu dan cinta yang tak kusadari geraknya.

Uuuppsss… aku mulai lancang bicara soal cinta. Bukan apa-apa, cinta sendiri banyak memberi dampak. Contohnya, rasa sakit. Karena di atas dari segala kenikmatan yang ada, cinta adalah kenikmatan yang bungkam. Cinta itu sederetan luka. Maka setelah tadi aku bercerita soal bahagia karena kita sudah berjumpa. Izinkan aku sekarang bercerita tentang rasa sakit. Rasa sakit, sebenarnya adalah rasa yang sangat ingin aku hindari. Tapi egois jika aku hanya ingin bahagia saja. Seperti yang kubilang tadi. Semua punya masanya, ada batas kadaluarsanya. Dan yang paling kutakutkan dari rasa sakit itu adalah perpisahan. Kita sudah bertemu, tak bisakah kalau kita tak perlu berpisah? Aku sendiri belum mengerti pasti, untuk apa perpisahan diciptakan. Tapi yang kuamati banyak sekali orang-orang yang menghindarinya. Contohnya, perpisahan dengan hidup; mati. Coba berkunjung ke rumah sakit. Bagaimana orang-orang berusaha menghindarinya dengan mengandalkan beragai macam selang yang dipasang di badan. Berkali-kali suntikan juga bahan-bahan kimia yang dikirimkan pada tubuh, hanya untuk menghindari perpisahan, paling tidak memperlambat datangnya perpisahan.

Akkhhh… rumitnya! Mari, kita buat jadi lebih sederhana: AKU TAK MAU KITA BERPISAH! Itu intinya.

Tapi bagaimana jika kau sendiri yang meminta perpisahan itu terjadi? Akkhhh…apa benar kau ingin kita berpisah?

Hhmmm… bisa kau bantu aku menjawabnya?

Dan tolong, jawablahTapi jangan gabungkan antara jawaban “Iya” dengan “Tidak”.

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran