Dariku yang sibuk menunggu kairos-Nya untuk kita.
Selamat membaca, semoga kaumerasa...
Ada keraguan dalam ketidakraguan yang aku rasakan. Ada lapang dalam sempitnya Solar Plexus-ku bekerja. Ada ketidakjelasan yang menuntut penjelasan pada lingkaran relativitas waktu. Dan ada kau yang kini melatar belakangi tulisan ini. Terserah, mau secara langsung atau tidak langsung, yang jelas kau telah memaksaku menjadikanmu objek kajian baru. Semoga, yang sedang membaca ini adalah kau setimulus yang kumaksud, jadi pesan rahasia ini bukan hanya aku saja yang bisa nikmati namun kau juga.
Apa pernyataan di atas mengejutkanmu?
Maaf, tapi bukankah adanya "cinta" tak butuh hitungan 1,2,3? Selama beberapa masa waktu terakhir ini, aku ditugaskan oleh hati untuk memerhatikan tentangmu lebih detail lagi, mencari-cari spektum apa yang orang sepertimu punya. Secara mendadak waktu bersamamu jadi salah satu hal penting untukku. Sebab saat itulah seluruh anggota jiwa siap bekerja, mengindentifikasi kau itu apa? Benarkah manusia? Sama seperti aku? atau.... Hhmmm, belum aku dapatkan jawaban pasti. Jika sekarang kubilang duniaku jadi sederhana dan sempurna saat kutumpukan padamu, percaya tidak? (tolong jangan pasang senyum retoris seperti itu) Memang, tak seharusnya aku menakar-nakar kelakuanmu, memberi persen atau patokan pada setiap inci gerak yang kautimbulkan. Maklum pribadiku memang seperti itu: suka memerhatikan hal kecil yang orang lain anggap tak penting, terlebih menyelidiki tentang perspektif apa, mengapa, dan bagaimana. Aku menggilai hal-hal semacam itu.
Sadar atau tidak. Pura-pura sadar atau tidak. Aku tak pernah menduga sepenting ini kehadiranmu jadi faktor utama penggetar jantunggku. Sering kupejamkan mata berupaya meninabobokkan rasa agar tidak terlewat ia dari batasnya. Jadi hal bijak yang bisa kulakukan untuk meminimalisir segala tindakan yang ditimbulkan oleh rasa nan berlebihan ini, ialah mencari sepi dan bersembunyi untuk menceritakan kekaguman ini. Aku sering seperti itu. Bisa jadi, jarang kehadiranku diketahui, tapi obsesi rasa ini masih begitu pekat mengikat. Bisa jadi, tidak ramai kukelakarkan
kekaguman, tapi ketahuilah aku setia berada disini meski jadi sosok yang
paling transparan. Tak penting dengan cara apa kuteliti kau, yang terpenting kau objek kajianku sekarang.
Aku tahu "cinta" tak selamanya timbulkan senyum bahagia. Semua punya masanya. Bahkan sebelum kau jadi objek kajianku, aku sudah seering mendapat kecewa, mereka berjejal dan mengumpal. Namun, tak pernah aku menyesal, malah aku bersyukur, semua kecewa yang kurasa adalah medium bagi diri ini berkaca. Jadilah aku semakin mendewasa. Sebelum ini pun aku pernah mempermasalahkan gerak waktu, bagaimana dengan mudahnya ia mengubah warna dari gugus suasana hati. Ahli mengevolusi yang tiada menjadi ada dan yang ada menjadi tiada. Gerak waktu yang begitu cepat pun pernah memusingkan organ luar terlebih organ dalam jasadku. Bagaimana tidak, seenaknya waktu mengubah debar yang terasa menjadi hambar yang menjalar: menghilangkan esensi rasa itu sendiri.
Jujur, aku khawatir hal semacam itu akan datang berada tepat di antara kita, memberi batas untuk objek kajian yang kini tengah kubahas: kau. Sampai saat yang tepat itu menjadi nyata, kupikir tak perlulah terlalu jauh membahas perihal masa depan, yang terpenting saat ini, bagiku, adalah saat ini. Biarlah urusan waktu Dia saja yang tahu.
Kepadamu si pecinta merah.
Akhhh... sialan
untuknya lagi gugus aksara ini tertata.
untuknya lagi gugus aksara ini tertata.