Sumber Gambar: Google |
Aku
mengingat pertemuan kita dengan penuh rasa syukur. Setiap kali
membayangkannya, betapa dulu dan kini kita telah berbeda. Segala subtansi
penyusun dirimu, segala sistem nilai yang kauyakini, adakah berbeda dulu dan
sekarang? Beberapa konflik yang kita lewati, beberapa perasaan mutual yang
menjadikan kita makin saling memaklumi, kendati enggan kupastikan apa yang
terkubur di hatimu dan yang terkubur di hatiku adakah serupa? Hari ini untuk
kembali meghayati beberapa ingatan yang telah jelma kenangan itu, aku menulis
hal ini, meski banyak di antaranya telah pula jadi tumpukan usang.
Aku pernah begitu berhasrat padamu,
hal-hal yang kadang mengaburkan logika dan perasaan, dan begitulah dorongan
kuat tersebut bahkan memeberi dampak buruk untukku sendiri. Kerap aku bertanya, “sesuatu”
itu yang berusaha kucari padamu. Hal yang membuat aku bahkan tak mengerti
diriku sendiri. Sempat aku menyangkal, bahwa kepribadianmu memang layak
dikagumi banyak orang. Ya, aku sekadar
kagum.
Namun,
waktu terus berjalan. Ia memisahkan aku yang dahulu dengan hari ini. Aku
sadar, bukan sekadar kagum, aku hanya tak bisa menjelaskan apa yang terjadi,
apa realitas ini. Hal ini terlalu besar untuk diriku yang kerdil. Maka aku
merenung, mencoba menyelaraskan semuanya. Merenung adalah caraku meninjau
kembali segala sistem dalam diriku. Merenung merupakan perwujudan dari alaram
jika sesuatu itu terdeteksi miliki “kesalahan”. Aku meninjau kembali
konsistensi sistemik antara kesadranku dan realitas yang berada di dalam atau
di luarnya. Pada akhirnya alu akan kembali memulai dari satu titik, dan satu waktu.
Aku ambil segala konsekuensinya, setigma apapun nanti yang boleh jadi menyerangku,
aku terima ranjau itu, aku pilih jalan yang mungkin tak akan membawaku ke mana-mana,
tapi, setidaknya aku berbuat sesuai parameter hati. Begitulah, manakala semesta
mendukung, dan kita berubah tanpa rencana, bisa tiba-tiba kita menyukai sesuatu
yang dulunya kita tidak suka, bisa kita menyetujui sesuatu yang dulunya kita tentang. Bayangkan, kau kini di
sebuah toko perabotan rumah, kau memilih desain sesuai selera dan bujet. Ada
meja makan, kursi, asesoris interior, dan lain sebagainya. Tapi kini kau
melihat satu lukisan, kau pun jatuh hati, kau ingin memilikinya dan serta-merta
melupakan asesoris interior yang sebelumnya kau inginkan sesuai selera dan
bujet. Kini kau malah ingin lukisan. Dan aku mengaku bahwa aku adalah manusia
yang lemah, setidaknya dengan hal ini yang bisa kulakukan adalah beradaptasi.
Jika tak bisa kau mengubah suatu keadaan, jalan terakhir adalah berdamai dengan
keadaan itu, tak terkecuali sisi gelap sekali pun. Ya, pada akhirnya aku akan
kembali memulai dari satu titik, dan satu waktu.
Barangkali
tulisan ini berupa pengakuan, atau anggap sajalah ini kelemahan sebagai manusia
yang dengan gamblang kubeberkan.Seharusnya tidak kulakukan, mengutarakan
kelemahan. Sebab jika kelemahan telah terbuka, maka kita akan menjadi rentan.
Tapi barangkali kelemahan ini akan menjadikan aku semakin kuat, logika yang
aneh ya? Bukankah yang sebenarnya kuat adalah dia yang berani mengakui
kelemahan? Bukan mereka yang bersembunyi dalam tameng kepura-puraan. Dengan
mengakui kelemahan kita dapat melaluinya, dengan melaluinya kita dapat
melampauinya.
Maka
aku mengakui beberapa hal yang ada padamu menjadi titik lemahku. Berbahagilah,
sebab bergerak sedikit saja boleh jadi kautelah melukai seseorang yang rentan
ini. Aku akan berusaha tak melebih-lebihkan perasaan ini, tak akan
mendramatisisrnya sehingga orang lain harus bersimpati. Kusadari tak bisa
kupaksakan kehendak. Termasuk tak bisa kupaksakan kau untuk mengerti atau ikut
merasakan. Akan kuingat ini sebagai sesuatu yang harus kutanggung sendiri. Yang
akan kupertanggung jawabkan sendiri. Sebab telah kuberitahu kelemahanku, sebab
aku telah menjadi seseorang yang rentan. Enggan menyebutnya sebagai “dosa”
bolehkah jika kusebut ini sebagai “kesedihan”? Bahwa kini aku telah bersedih.
Pun setiap kali mengingat kau. Tak kumengerti takaran seperti apa yang disebut
dosa. Apakah perasaan ini juga termasuk atau tidak. Bagaimana cara menghitung
dosa?
Aku menjalani
hidupku, melakukan apa yang kuyakini baik, menjauhi apa yang kunilai buruk,
meski belum tentu orang lain akan sepemahaman. Namun begitulah kita, hidup
dalam sistem nilai-nilai. Kita melekatkan nilai pada sesuatu, lalu kita
menjastifikasi, kita memberi ukuran pada apa yang kita nilai, sampai-sampai
kadang kita keliru membedakannya dari kodrat. Seorang negro pastilah berkulit
hitam, akan diberi pelekatan nilai jelek oleh sebagian besar masyarakat. Padaha
telah kodratnya seorang negro mestilah berkulit hitam. Maka aku bersedih hidup
dalam sistem nilai itu dan tak terbebas darinya.
Aku membangun
keyakinan-keyakinanku sendiri. Menyusun mitos-mitos yang mungkin aneh bahkan
konyol. Kuyakini bahwa kita selalu ingin diperlakukan sebagaimana kita ingin
diperlakukan. Kendati kita membenci seseorang, sesungguhnya yang kita benci
adalah “diri” kita sendiri yang dipantulkan oleh orang lain. Kita adalah cermin
yang hidup. Jaringan yang saling terhubung. Begitu pula caraku memandangmu.
Pada keserupaan-keserupaan yang kerap kebetulan, namun menjadi ganjil sebab
kebetulan itu terlalu banyak.
Terakhir yang
ingin kusampaikan, entah nanti, entah kapan, aku akan menemukan seseorang,
menjemputku dari tempat pengap ini. Seseorang yang tak akan melekatkan nilai
padaku. Seseorang yang memandangku tanpa pristise, seseorang yang memandangku
sebagai manusia yang lepas akan nilai-nilai, dan begitu pula nanti caraku
memandangnya.
Aku berterima
kasih, sebab pengalaman yang terlewati denganmu telah memberiku pelajaran batin
yang dalam. Selalu kukatankan ini: bahwa aku bersyukur telah mengenalmu. Kelak
ketika jalan kita benar telah pada setapak masing-masing. Akan kukenang kau
sebagai satu perjalanan yang menyenangkan kendati berliku--mengenangmu dengan
penuh rasa syukur.
Salam. Sepertinya akan terus setia pantau blog ini.Dan akan jadi penggemar berat blog ini. Tulisannya dalam dan jujur seperti mewakili perasaan saya sendiri. Seperti ikut dalam tulisan ini. Tulus sekali. Mungkin juga selera saya membaca bacaan yang seperti ini. Terima kasih.:)
BalasHapusTerima kasih :)
HapusKok dengaren ni bisa di komen blognya��������.
HapusEcie...ada fans nya ah...
Fans bah... XD
Hapus