Teruntuk, Merah yang geraknya tak saya sadari
Selamat membaca, selamat merasa....
Jika benar kau.
Tempat perhatianku selalu menuju, meluangkan waktu membaca lini paragraf ini, yang kuharap tak bayak. Semoga kau tahu dan bisa pahami. Ada seseorang yang memiliki kebiasaan
baru (aku memikirkanmu). Ada yang merasa tersiksa oleh apa yang semesta sajikan.
Ada yang kecanduan jadi pemerhati, sampai-sampai merasa tak tahu diri. Ada yang
terpenjara di guji hati, mencoba mencari jalan keluar, tapi semua cara gagal,
sebab hanya bayangmu yang kekal menjalar. Pikiranku setia menerka-nerka, substansi
apa yang coba realita tunjukkan kenyataannya. Sindrom apa yang menyiksa kepala
ini, sehingga sering berisikan kamu dan kamu lagi.
leluconkah? Atau selera humorku yang terlampau rendah? Mudah sekali kau melukis tawa di wajahku. Mudah sekali kau menabur warna dalam bejana yang kusebut hati. Mudah sekali kau cipta getar pertama yang semula kuanggap mitos semata. Mudah. Semudah aku terbiasa dengan adamu. Semudah tiba-tiba aku terpenjara dalam ruang hampa, yang timbul dari pertanyaan: Benarkah? Mengapa kamu? Sejak kapan?
Bukankah
sebelum ini, sudah sering temu di antara kita tercipta. Tapi mengapa baru
sekarang dampaknya jelas terasa? Apa karena dulu bukan perasaan kita yang
bersentuhan, hanya fisik saja, tapi tidak batin kita? Benarkah arena itu telah kumasuki? Tiba-tiba
saja ada rasa yang berangsur nyaman dan meminta tinggal. Rasa yang timbul dari
keterbiasaan berada dalam satu zona bersamamu. Aku takut, apa aku saja yang
merasakannya, sendirian? Sial! Terlalu banyak pertanyaan. Aku bosan.
Kini,
aku jadi takut terhadap ketiadaan, jadi meragu untuk kata kepergian, terlebih
perpisahan, sebab bertemu denganmu, sekarang…jadi agenda terpenting dalam
hariku. Andaikan telingamu tanpa diberitahu bisa dengar jeritan malu-malu dari perasaanku.
Andaikan matamu, tanpa diberi aba-aba, bisa jelas melihat keadaan yang
sebenarnya dari setiap gugus warna-warni dalam hati. Dan andaikan aku tak
banyak berandai-andai.
ketakutan-ketakutan lainnya berdatangan. Membuntuti di belakang. jika nanti kuakui semua, masihkah kita tetap bersama atau malah kita jadi bahan guyonan saja. Tak bolehkah harapan ini menjadi lebih tinggi? Sungguh, tak mudah membuat pengakuan. Terlebih soal perasaan.
Segala
tentangmu bermetamorfosis lebih sentimentil. Aku sendiri tak dapat mengerti,
bolehkah hal ini terus kupelihara sampai di kemudian hari? Sampai nanti aku
berani menyuarakannya di setiap sisi langit dan inti bumi. Sampai waktu
tunjukkan jalannya. Sampai aku bahagia ataupun kecewa karenanya. Namun, jika
segalanya hanya ilusi semata atau mimpi terindah sepanjang masa, maka
biarkanlah ia jadi hal yang paling ahli menstimulasi. Semoga relasi yang kini
semakin tak terprediksi makin indah bayang muaranya. Dan jika saat-saat itu datang,
aku sudah bersiap siaga menerimanya.
dari esensi yang kian menebal
kian giat menyangkal;
merasa bahagia karena jatuh cinta
sekaligus bersedih karenanya.