15 Maret 2014

Kenangan Tak Akan Membawamu ke Mana-Mana

Ini bukan hal yang pertama. Aku memandangimu dengan durasi agak lama, mencari sesuatu yang mungkin dapat kubawa dan meresapinya secara membabi buta. Ini juga bukan yang pertama, aku melalu-lalangkan dirimu dalam abjad yang kususun sendiri urutannya. Menjadikanmu nyata dalam setiap aksara dan berharap agar kau pun dapat rasakan hal yang sama. Aku tak pernah menyalahkan berapapun jauhnya jarak membentang di antara kita. Bukankah saat ada jarak seperti ini, segalanya jadi lebih jelas berarti? Bukankah adanya jarak menjadikan kita lebih seksama bercermin, mengenai substansi apa, mengapa, dan bagaimana. Dan jarak pula penyebab kita yang dulu merasa tak berbeda, menjadi sadar, menjadi lebih tahu tentang hal yang seharusnya kita sadari pun ketahui.

Dulu, aku biarkan rasa itu hinggap begitu saja. Tanpa berpikir panjang. Tanpa menelaah lagi. Tanpa perencanaan yang berarti. Jelas rasa jadi faktor utama, matahati ini jadi buta. Sampai-sampai aku terjebak dan teridioti di dalamnya. Apa kau juga bisa rasakan sekelumit warna dalam jiwaku? Anggap saja itu pertanyaan basa-basi, sebelum kubuka semua rumitnya bianglala di hati dan kepala. Kau tahu, sekarang, aku tak dapat lagi melangkah seperti waktu adanya getar pertama itu. Mendekatimu sudah jadi hal mustahil bagiku, karena aku tahu ujung muaranya, yang ada hanya rasa kecewa. Aku bukan hantu di sudut pikirmu lagi. kau juga sudah tak jadi bayang pelangi di pikiranku lagi. Kulihat, kau baik-baik saja, benarkah itu? Atau Tegarnya dirimu sebab kau tulikan telinga? Kau butakan mata? Mungkin seperti dugaanku kau bisukan mulutmu? Di depanku kau seolah jadi aktor kelas tinggi. Hebat!

Darimu aku belajar hidup, setengah mati. Tapi kuujarkan itu bukan karena ingin meminta kembali, bahkan jika kau sendiri yang memintanya, aku akan siap siaga menolak. Pertanyaannya, kau pikir kau siapa? Menebar rasa di mana-mana, mencari persinggahan di berbagai sisi dan menebar luka di sana-sini. mengumpulkan sendiri guji hatimu bak mengumpulkan koleksi barang-barang antik. Kita tak bisa seperti dulu lagi. Kau pikir kau siapa? dan aku ini juga siapa?

Tolong jangan dibawa serius. Ini hanya rangkaian paragraf tolol untuk sembuhkan luka, untuk aku obati dari rasa sepi dan sendiri. Sulit dipungkiri, setelah semua jelas di depan mata, kita putuskan ambil jalan masing-masing, jadi jangan tanyakan lagi keberadaanku. Di mana aku, ataupun dengan siapa aku. Kalau yang kau minta menyambung kembali relasi, maaf, kini aku terlalau tangguh untuk jatuh yang ke dua kali. Sayang, tak ada gunanya mengungkit kenangan sekalipun cemerlang dulunya. Kenangan tak akan membawa kita ke mana-mana!

Kata "dulu" jadi hal yang kubenci. Kita indah dulu. Tanpa jarak. Tanpa sembunyikan kejujuran. Ya, kita dulu dalam masa lalu. Tak bisa aku bohong memang menyenagkan. Dulu!


Dari yang masih berproses, 
untu merasa lebih baikan.
 Walau kini, 
kau nyalakan kembali cahaya matamu.

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran