6 September 2014

Jurang Tak Berdasar


Kamu... untuk kesekian kalinya jatuh ke jurang itu. Jurang tak berdasar, jurang tak bernama, jurang yang meski melimbungkan, namun kecanduan kamu datangi. Kendati begitu kamu tak pernah mengeluh sebab mengalah adalah langkah yang kamu sekah. Satu hal tak pernah kamu tepis, bahwa dirimu tidak mampu menghapus cinta dan birahi, namun dapat kamu berdamai dengan keduanya dalam dirimu tanpa jeri dan pretensi. Meski banyak tanya yang kamu lontarkan. Meski  jawabanya tak pernah memuaskan, tetap kamu menikmati, setiap rasa sakit terlebih sensasi menyenangkan dari jatuh ke dalam jurang itu. Jurang yang melarungkan persaanmu. Jurang yang ada saat sosoknya di depan mata. Beserta pengaguman sembunyi-sembunyi, riuh dalam sepi, tatapan yang setia menuju arahnya, juga waktu yang tiba-tiba gagu saat tegur dan sapa berharap berani kamu sampaikan dengan apa adanya.


Walaupun hanya kamu yang mengalami, ingin hatimu juga mengajaknya jatuh bersama. Tapi kamu tak pernah mampu. Kamu takut jika perasaan itu hanya kamu sendiri yang rasakan, kamu khawatir jika dia tidak inginkan jatuh ke dalam jurang itu bersamamu, kamu minder, selalau merasa buruk rupa jika di depannya. Kamu bisa apa? Kamu adalah manusia yang ‘kelelep’ sensasi mendamba. Tenggelam dalam kehendak ingin mengalami tetapi kerap tersemui oleh gemerlapnya dia dalam pandangan fanamu. Dan kamu, memilih jatuh sendiri tanpa dia tahu. Kamu memilih sakit sendiri tanpa dia tahu. Kamu memilih memendam sendiri, dan berharap dia tahu.


Sering kamu berpikir: Kesalmu itu dapatkah dia mengerti? Jarang kamu terlalu kesal sampai membekas berhari-hari, berbulan-bulan, hingga menahun. Semata-mata hanya karena begitu cerkas keadaan memberi jarak dan kata ragu agar langah kalian tak saling bersinggungan. Hidup yang cair ini, melarungkan segalanya pada arus agung yang tulus namun penuh kerahasiaan. Andai dia bisa merasakan atau paling tidak memahami, betapa sukarnya pemendaman yang kamu lakukan sendirian. Kamu kehabisan rasio karenanya.


Dia boleh tertawa saat membaca ini, tak apa, tawanya adalah mortalitas bagimu. Hadiah alam yang abadi. Dia juga boleh mengejek atau berkata ini-itu tentang detik-detik yang secara acak kamu curi hanya agar kalian bisa terjebak dalam satu zona. Tak mengapa, tentang gambarnya yang sering kamu tatap lekat-lekat, tentang anganmu menjamah punggung dan helai rambutnya tanpa saru, tentang uap dan aroma tubuhnya yang berusaha kamu hapal. Tak mengapa jika dia tidak tahu. Dan memang sudah harus begitu: dia tidak perlu tahu.


Tapi ada yang harus rela kamu terima, atas pengaguman sembunyi-sembunyi itu. Relalah berbagi sedih dengan sepi, ketidak mampuan itu, ketidak jujuran itu, dengan setiap tegur yang tak sanggup bibirmu ucap, dengan tatapanmu yang setia menujunya, dengan malam yang menyerah pada pagi sebab menungguimu tertdur dan menjadi objek utama dalam setiap adegan dalam mimpi, dengan detik-detik yang kamu sumbangkan pada diammu atas waktu yang menggagu.

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran