28 Mei 2016

Pertemuan

"Siapa pacarmu San?"

"Aku nggak pande pacaran."

"Ahhh... nggak mungkin, masak yang suka nulis cerita romantis nggak pande pacaran?!"

"Betul, nggak pande aku."

"Justru nggak pandelah makanya belajar, ada cewek nih cantik..."

"Terus?"

"Kalau  kau normal masak nggak tertarik?"

"Emang tes kenormalan harus pacaran dulu?"

"Setiap sesuatu ada masa pra-nya, kayak prasejarah, masa sebelum sejarah (mengenal tulisan), atau pranikah..."

"Jadi pranikah itu pacaran?"

"Bukan itu maksudnya, tapi kayak mana mau nikah kalau pasangannya nggak dicari?!"

Sesaat saya diam, mengambil napas dalam. perlahan dengan yakin saya katakan, "Menikah itu penting tapi bagi yang membutuhkan, sekarang aku belum membutuhkan menikah, jadi pernikahan buatku belum penting-penting kali."

Percakapan itu berakhir, meski masih meninggalkan kemelut dalam benak saya. Boleh saja dikatakan jika di usia saya kini, di zaman ini, saya mesti sibuk menimbang perkara status---perkara lawan jenis. Teman-teman saya bahkan sudah melakukannya lebih dulu. Kerap pada saya mereka berkisah tentang berapa banyak jumlah mantan mereka, lengkap dengan cerita labil ala-ala pacaran tahun 2000-an. Kebanyakan dari mereka mendapatkan pacar bukan dari bertemu langsung, seringnya sebab iseng-isengan di dunia maya. Mengungkapkan perasaan lewat chat singkat dan resmilah mereka berpacaran.

Dunia maya memang mendekatkan jarak, menjadikan yang asing seolah akrab. Tanpa sekat dan batas. lalu menjadi mudah bagi kita mendekati siapapun. tinggal lihat   akun dengan fotopalingcantik, lalu PING!, mention, chat, ajak ken alan, sukur-sukur si sasaran tidak sombong. malah loyal membalas chat.

Laki-laki kehilangan kejentelannya, sebab beraninya cuma di dunia maya. saya sangat berharap tidak melalu jalan seperti itu.

Saya orang yang begitu menyukai pertemuan. Baik yang biasa atau tidak biasa. Unik atau tidak unik. Bayangkan saja setiap kali kita berpapasan di jalan. Mau dengan orang yang telah dikenal atau belum dikenal. Betapa banyak kemungkinan-kemungkinan akan terjadi. Betapa ajaibnya sebuah pertemuan.  Banyak hal-hal kausal yang sederhana namun bermakna yang kerap kita acuhkan atau lewaatkan begitu saja. Tanpa tahu bahwa ada sesuatu yang semesta rancang, saat kitaberpapasandijalan atau bertemu dalam satu keadaan.

Kalau ingat ada satufilm India dengan dialog khas, "Kita musafir cinta, kita akan bertemu di jalan." Dalam penafsiran saya kalimat itupunya makna luar biasa.

Banyakyang menyindir kesendirian saya. Percayalah, saya juga cemburu pada mereka yang berpasangan, melihat yang lain gandengan sementara saya sendirian. Perasaan manusiawi semacam itu saya juga mengalami. Tapi, saya menganggapnya kewajaran, sehingga tak harus saya pusingkan berlebihan. Toh, tahu-tahu hubungan pacaran mereka kandas. Tahu-tahu teman-teman saya cari pasangan lagi lewat medsos. Kadang geli menyaksikannya.

Serupa cerita-cerita yang saya karang, saya pun ingin bertemu atau kenal pasangan saya  melalui  "Perjumpaan" yang berkesan. Perjumpaan di dunia nyata, bukan di dunia maya. Saya berharap akan ada satu momen yang akan saya ingat hingga akhir hayat. Satu perjumpaan yang mewadahi sehingga cinta itu berwujud. Mungkin nanti kami bertemu saat Gempa Bumi. Atau  saat hujan badai, dalam banjir bandang, di sebuah gedung yang terbakar, atau di taman bunga  penuh kupu-kupu.  Atau di sebuah kandang singa, singa itu hendak menerkamnya, kemudian saya dengan heroiknya menyelamatkan dia. Hahahahaa. Terkesan utopis tapi saya suka. 

Dalam kritik atas kesendirian saya, timbul semboyan bahwa  jomblo adalah nasib sedang singgle adalah prinsip. Guyonan lucu. Tuduhan bahwa saya punya kelainan seksual juga pernah saya dapatkan, sebab dari pada dengan perempuan saya kelewat akrab malah dengan laki-laki. Orang-orang jadi sibuk  mengurusi status orang lain, sampai berspekulasi ini itu. Kita patut kasihan. Patut prihatin. Mau dibawa ke mana generasi ini?? Eeaaak!

Bukannya tidak pernah saya tertarik dengan lawan jenis. Malah setiap hari saya naksir dengan seorang perempuan. Pada setiap perempuan yang saya temui. Bukan pula tak pernah saya merasa kalut sebab tak punya sosok untuk "menye-menye". Saya juga merasakannya. Kekosongan hati, hingga kegalauan merindukan  kekasih. Tapi coba mengerti  perkataan saya ini: bahwa saya sedang membiarkan cinta menemukan saya lebih dahulu. Tanpa harus saya tergesa-gesa mengejarnya. Tanpa perlu saya kelimpungan mencarinya. Saya inginkan cinta itu menemui saya saat tiba waktunya. Bukan karena diledeki teman-teman lantas  saya heboh mencari pacar. Bukan lantaran saya ketakutan kesepian lantas memeter-meter anak perempuan orang. 

Tapi ada satu rahasia, saya mengenal satu perempuan yang belakangan mengusik ruang simulakrum pikiran saya. Kali pertama saya bertemu dengannya di sebuah perpustakaan. Ketika ia sedang sibuk berkutat pada lembar tugasnya, saya yang saat itu duduk di paling pojok lancang mengamati. Mungkin (saya belum bisa memastikan) jatuh cinta. Jika memang berjodoh. Biarkan keajaiban pertemuan mewujudkannya. Biarkan semesta merancang perjumpaan yang unik, bahkan perjumpaan yang belum pernah ditulis cerita cinta romantis mana pun. 

Itu saja.... 

Google


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran