1 Oktober 2014

Andaikan

Dia hadir. Jatuh bagai daun musim gugur. Keluguannya adalah risiko untukmu, keluguan itu lahir dari sorot matanya yang polos bertamsil bidadari. Derivasi sinar matanya adalah kelemahanmu, acapkali membikin gagu, sampai membuat debil dirimu. Kau sadar jika ini bukan sekadar kerangka gombalan nan picisan. Ketulusanmu sudah menyerupai dandanan badut menor, tak terbayang jika harus membedakinya lagi. Dan menor bukanlah gayamu. Tapi tak berarti pelbagai hal itu yang kini penyebab kau biru. Kau menyebutnya “kenikmatan mengalami” bukan sekedar obrolan seputar farji, falus, atau lingga, hal semacam itu adalah tipuan fisik, sedang “kenikmatan mengalami” yang kaumaksud adalah lebih dari apa yang tampak itu. Kau bahkan tak mampu menuliskannya, sebab frasa, klausa, jejeran kalimat, sama halnya dengan ukuran, sedang “kenikmatan mengalami” yang kau punya tak terukur mungkin juga tak terdefenisi.
            Harap tertinggimu saat ini hanyalah kuasa agar dapa membaca pikirannya, memahami dia, jika bisa kalian bersatu dalam ranah “rasa” berbagi dalam “kenimatan mengalami” hingga masing-masing dari kalian saling percaya. Tanpa ragu membagi keinginan tulus itu dari lubuk hati masing-masing. Namun, kata “andai” memberi batas padamu. Kau kalah oleh kata itu. Meski pintamu sederhana: menyatu dalam cinta selamanya. Tak terlalu muluk-muluk, itu yang kauyakini. Kebenaran yang pada saat ini kau anggap paling benar.
            Kebersamaanmu dengannya adalah tujuan utama, akan rela kaulakukan apa pun untuk dapatkan kebersamaan itu. Bahkan tak peduli jika harus melukai jari manismu, membiarkan darah segar memuncah di atasnya. Dia lantas menanggap jarimu, kau pun tersentak kaget. Membiarkannya mengisap serta menjilat darah itu adalah kerelaan sekaligus kebahagiaan. Sesuatu nan ganjil terbit dalam dirimu umpama awan yang gelisah. Bersamaan dengan daun-daun berguguran. Maka dia akan berkata: lukamu, lukaku juga! Persis drama yang kauharapkan akan terjadi dalam hidupmu. Kau tak menafsirannya berlebihan. Bukankah drama adalah bagian dari hidup kita? Dan drama yang kini kau dan dia jalani—sesuatu yang setia kaujunjung tinggi. Bersama dengan junjungan tertinggimu rasa itu menelusup begitu saja. Hadir bagai siulan angin dari lubang suling milik pertama setara Dewa Kresna. Lalu tiba-tiba kaucemas. “Kenikmatan mengalami”-mu terhalangi. Sekali lagi dibatasi oleh kata “andai”.
            Berharap “kenikmatan mengalami” itu akan benar-benar terjadi. Andaikan kau dapat mengungkapkannya barang sejenak saja....


#FiksiLaguku kepada @KampusFiksi
Terinspirasi oleh lagu, D cinnamons - Selamanya Cinta.

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran