3 April 2014

Tiba-Tiba

Anggap semua tentang kita terjadi secara tiba-tiba

Tiba-tiba kita terlahir ke dunia. Tiba-tiba kita berada dalam satu zona. Tiba-tiba kita saling bertegur sapa. Tiba-tiba ada kontak mata yang cukup lama. Tia-tiba relasi mengikat  tanpa kita sadari kian lama kian menjerat. Tiba-tiba semua nyata. Tia-tiba kau memesona. Tiba-tiba aku miliki rasa. Tiba-tiba makin aneh saja relasi di antara kita. Tiba-tiba aku punya kebiasaan baru; memikirkanmu. Tiba-tiba aku jadi pemerhati paling hati-hati. Tiba-tiba kau jadi objek yang paling kuantisipasi. Tiba-tiba segala di kau kukonsumsi setiap hari. Tiba-tiba suaramu bersarang di telinga. Tiba-tiba kaulah visual paling dicari mata. Tiba-tiba kebutuhanmu berwujud prioritas bagiku. Tia-tiba rasa candu menjelma rindu. Tiba-tiba bersarang seonggok "yang entah apa" dalam dada. Tiba-tiba ia makin menyiksa. Tiba-tiba senyummu jadi obatnya. Tiba-tiba rela kukorbankan jadwal untuk temani kau kemana saja. Tiba-tiba berbincang denganmu berevolusi jadi hal yang makin kusenangi, kuingini, kuhayati, kucerna sepenuh hati. Tiba-tiba denganmu dapat kuserap apa arti esensi aliran di denyut nadi. Tiba-tiba ingin kurengguh isi luarmu. Tiba-tiba terpikir untuk merasuk menguasai isi dalammu.

Tiba-tiba aku sadar. Tentang ingatan pertama dan terakhir. Mengikuti ketika semesta dengan bahasanya memberi ruang lingkup bagi kita. Tiba-tiba dadaku sesak. Tiba-tiba ada getar menyeruak. Tiba-tiba arteriku menyeru; bersua tanpa samaran apa-apa. Tiba-tiba kian kalut. Makin banyak kabut. Tiba-tiba ketidakjelasan melanda: aku bosan menatapmu dari jarak yang kau tak tahu. Tiba-tiba kau tak kunjung berikan makna.  Tiba-tiba aku makin putus asa. Tiba-tiba aku ragu akan perubahan. Tiba-tiba hilang si pendegup jantung di sela paru-paruku. Tiba-tiba sajak kehilangan rimanya. Tiba-tiba aku mati rasa. Tiba-tiba aku tak bisa terima ini semua. Berubah. Bersamaan. Bergantian. Tanpa aba-aba. Tanpa tanya. Tanpa jeda. Tanpa hitungan 1, 2, 3. Tanpa kata. Tiba-tiba kau menjelma fana, sebagaimana awalnya. Bersebab pun berakibat.

Nyatanya, semua tiba-tiba. Kejujuran rasa yang kupunya tak urung berbeda. Tiba-tiba. aku tak berani ungkapkannya. Alasan sederhana:

Takut melanggar norma! Termasuk hukum peradilan negara dan agama.


Tiba-tiba aku terjaga sampai jam tiga.
Tiba-tiba paragraf ini tertata.
Tiba-tiba kau penyebabnya.
Tiba-tiba aku mati di tempat seketika.


Tiba-tiba, ah.. sudahlah.

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran