Untukmu keraguan kukirimkan bunga sedap malam...
Di detik aku mereka-reka, segalanya tak lepas dari kamu yang mengetuk pintu. Tidak jelas itu ketukan sengaja atau sekedar saja. Yang jelas kauhadir menjadi sebuah keberadaan yang ingin terus aku lihat, ingin aku dengar suaranya, mengenali langkahmu ketika pertama kali kaudatang, dan mengoleksi aromamu di sebuah ruangan yang baru saja kautinggalkan. Pada kesemuanya kuperjudikan rasa percaya, melemparkannya menjadi taruhan paling tinggi untuk sesuatu yang setengah mati orang cari-cari; cinta.
Beberapa malam kuhabiskan begadang hingga subuh, untuk sekedar memberikanmu ruang lebih dalam pikiran kemudian merentet alurnya, menjelmakan kamu menjadi bahasa, menyembunyikan namamu di balik frasa; makna batin yang hanya aku sendiri yang mengetahui, sebab tak ada obat yang bisa membuatku berhenti menjadikanmu objek mimpi. Bahkan di aktivitas mencuci, kamu ada, menjelma menjadi busa, bunyi di antara gesekan berus dan kain, jatuh ke tanah bersama air yang menyucur lewat molekul pakaian. Tidak berhenti sampai di situ, di jenak menggosok baju pun masih kujumpai kamu. Menulis dan mencuci. Kedua aktivitas itu telah kaukuasai!
Sudah lama kutanyakan tentang perkara ini. Perkara yang menyebabkan aku berpindah dari satu kedai tuak ke kedai tuak lainnya. Aku mabuk. Sial! Aku mabuk. Keadaan mabuk, saat di mana ragamu bersamamu tapi tidak dengan jiwamu. Apa yang bisa dilakukan pemabuk sepertiku? Selain mengingaukan kamu mengangkat tumit, melangkahkan kaki, membayangkan kamu mengerucutkan bibir, mencoba akrab dengan sukacita dan dukamu, lancang bersandar di bahumu, dan mendengar juga mengamati caramu berbisik. Merasakan napasmu berhembus, mengenali setiap inci syarafmu bereaksi.
Sering kita bertemu, sering juga tak kudapati sosokmu. Ketika kita bertemu, langkah dan gerak-gerikku menjadi kaku. Aku bingung harus memulai darimana atau aku tak harus memulai sama sekali? Bisa kauberitahu aku, saat kita bertemu apa yang harus aku lakukan? Dalam satu zona kita, aku kehilangan ruang. Tatkala diamku bersuara bisa kau mendengarnya? Yang pernah kubaca, katanya diam itu adalah bahasa tuhan, sedangkan bahasa yang lain hanya terjemahan omongkosong belaka. Satu hal harus kautahu: diamku menyuarakan kegugupanku. Diamku memanggil-manggil kamu. Diamku pintu tempat segala rasa menemukan muaranya.
Di keadaan kita tak bertemu, akan ada jasad yang kecanduan serotonin untuk sekedar menghadirkan kehadiranmu. Kau itu ganja, kau itu ekstasi, kau itu miras, dan aku manusia pecandu yang tak tahu malu. Maaf, sedikit aku merendah. Kau terlalu menggugah.
Menjadi objek tempat matamu menuju, tiada hal yang lebih indah daripada itu. Aku menciptakan soal sendiri, isinya, ketika melihatku apa yang berada dalam benakmu? Baguskah, hinakah, atau tak berarti sama sekali? Pertanyaan makin banyak, aku muak. Kautahu, jika pertanyaan itu sudah terlalu menggangu, maka tidur jadi penyembuh paling ampuh. Katanya tidur bisa hapus derita. Jadi jika nanti, di jam-jam yang tak biasa, kau temukan aku tengah tertidur, sesungguhnya itu pelarianku dari seabrek pertanyaan muskil tentang sudut pandangmu mengenai aku.
Aku harus tanpa cela di matamu. Aku harus nampak bijak jika denganmu. Dan aku sadar, kedua hal itu saja sudah jadi kesalahan paling besar. Paling fatal. Sungguh kekuatan cinta terlalu ekslusif untukku. Bila cinta memintaku untuk menikmati hidup. Maka aku bertanya, yang hidup seperti apa? atau siapa yang hidup itu? Jika ia bilang yang hidup adalah yang lahir dari cinta. Apakah berarti termasuk aku, yang lahir dari cinta yang mencintaimu? Aku kebingungan, tak pernah kurasa sebodoh ini.
Kini dari keluguanku akan cinta, kugenggam kesendirian dalam kerapuhan. mendekapi kesunyian yang jatuh, bukan, bukan sekedar jatuh, tapi terjun bebas ke dalam dasarnya, jika memang punya dasar. Bisa kauterus dekat? Dekat denganku meski tak pernah kuberitahu, bahwa aku si penyembunyi hati paling ahli. Hati yang pandai mengartikan kesendiriannya.
Satu impianku, impian yang menjelma harapan. Dan untuk sekedar kautahu, harapan adalah kerinduan yang paling dalam: tolong genggam tanganku, bawa aku menuju jalan kesejatian, tentang pantaskah cinta ini, tentang siapa aku, siapa kamu juga di mana awal dan akhirku.