26 Januari 2015

Jarak

Kepadamu orang terasing sekaligus terakrap,
 yang pernah kukenal.

Kata mereka, sengaja diciptakan jarak agar leluasa kita bergerak. Ada ruang agar bebas kita dari kukungan. Ada spasi agar setiap kata dapat tersususun rapi dan dimengerti. Namun sungguh, jarak kini menyudutkanku. Tatkala langit, bulan, bintang-bintang yang kita pandang adalah sama, tak dapat kuelak jika itu bukan denganmu.

Di tempatku sekarang, semua yang kulakukan terasa bimbang. Bagaimana kabarmu di sana? Adakah kaurasakan kebimbangan yang sama? Jujur, kenyamanan hanya kudapat tatkala kutatap matamu. Keteduhan mendatangiku ketika bayangmu tepat di sisiku. Waktu tak lagi tercekat jika senyummu kulihat. Di dekatmu adalah sensasi ilahi. Dan bagaimana itu kulewatkan?

Di sini kendati ramai, aroma yang kusesap selalu sama: sepi. Sepi itu datang tatkala aku sendiri, seolah berada di pekuburan yang gelap dan sunyi. Sepi seperti itu sering menyiksaku. Bagaimana aku tak ketakutan saat jarak membabat ruang dan waktu kita? Kadang aku ingin lari dari tempat ini. berlari sekencang-kencangnya, sejauh-jauhnya. Sampai dapat kutemukan kamu. Di saat tersulitku, inginku bisa rebah di sampingmu, bercerita ini-itu, menangis sejadi-jadinya, mengeluarkan semua keluh dan kesah, semua sampah di hati dan seluruh rindu yang tertumpuk di dada ini. Dan aku berharap kamu di sana. Tepat di sampingku, setia mendengarkan--menyerap setiap keluh kesahku, membuang sampah di hati dan menyaring rindu ini. Pada momen itu aku berdoa agar waktu berhenti. Jarak tak lagi miliki ukuran. Ruang hanya untuk kita. Hingga setiap kata tetap indah meski tanpa diberi spasi dan jeda.

Namun realitas kerap menusukkan belati tajamnya, pada ketidak mampuanku mewujudkan harapan-harapan itu. Aku di sini dan kau di sana. Sedihnya, kita bahkan tak bisa berjumpa meski cuma via suara. Jarak sungguh menyiksa, dan adakah kaurasakan hal yang  sama?

Di sini kucari sosok sepertimu. Bukan hendak cari pengganti--frustasi rasanya saat kembali sadar tak ada kamu di sejauh mata mencari. Tak ada manusia seriang dirimu. tak ada candaan selucu yang kamu lontarkan. makhluk dengan susunan jari tak biasa. dan aku sudah jatuh cinta sejadi-jadinya.

Aku selalu tahu, pencarianku akan sia-sia. Sebab orang sepertimu memang tak ada duplikatnya. Di beberapa kesempatan orang-orang baru menghiburku. namun kamu sudah jadi ekstasi, dan aku seorang pecandu. Sukar berganti sumbu jika itu bukan dirimu. Hingga kini kegiatan lama kuulangi kembali: menuliskan surat untukmu. Surat yang pasti tidak akan pernah kamu terima. Akan ada lagi jadwal menulis selepas subuh. Kisah-kisah yang seringnya bertokohkan dirimu. Juga kata-kata yang menggunung, yang ingin sekali kuutarakan langsung. Akan muncul kembali rentetan sketsa dirimu: gerak sepintas lalu namun berkesan lama yang singgah dan hadir dalam mimpi. Hanya di sana, eksistensimu kental terasa. Di sana pula setiap kangen dapat obatnya. Dalam mimpi kita bercerita. Bercanda lagi, tertawa sampai perut sakit, sejenak aku melupakan hidup yang penuh pelik. Sebab aku akan terlindungi selama aku bersamamu kendati cuma dalam mimpi. Di mana yang indah hanya lamunan.

Sampai aku terbangun. Sesaat aku merenung, lalu kurasakan rindu. Setelahnya kekosongan yang dalam. Kekosongan yang seolah kekal. Tanpa air mata, aku tahu aku menangis. Yang tersisa cuma rindu yang begitu familiar. Selanjutnya kehilangan yang sungguh menyiksa. Sensasi yang sama kadang mengoyak-ngoyak jantungku. Berangsur-angsur memberikan detakan tajam nan pedih. Inikah rasanya diasingkan di sudut tergelap diri, bersama rasa takut dan sendiri? Sungguh... rindu, kesendirian, dan kekosongan sekalipun berbeda pengucapan namun dampaknya sama. Dan adakah lagi yang lebih sedih dari kehilangan yang tak mampu ditangisi?

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran