27 Mei 2015

Rencana


Universitas Sumatra Utara, 12 September 2014
R.F.M
            


Aku mengenalmu melalui puisi, coba-coba memahami diksimu yang rumit, yang tak tersurat, yang bersimbol dan penuh teka-teki. Sukar memang, tapi aku memaklumi. Sebab puisi adalah uap dari hidup, serupa saat kamu menanak nasi. Uap itu terbang membawa harum beras, pergi meninggalkan dandang yang panas demi mencari tempat yang layak di antara titik-titik hujan di awan sana. Tapi aku bukannya hendak berkisah tentang nasi dan uap panasnya. Aku hendak bercerita tentang tiga huruf yang kerap kusebut-sebut, dalam bait prosa atau paragraf, dalam entri blog atau buku catatan.
            Asumsiku mengatakan jika kita banyak miliki kesamaan (terserah kalau kamu tak mau mengakui) tapi bukankah kita adalah cermin yang hidup antar diri kita masing-masing? Denganmu aku seolah sedang berkaca. Ada bayang-bayangku dalam dirimu begitu pun sebaliknya, ajaibkan?  Kita sama-sama suka cerita pendek, sama-sama pengagum puisi, pecinta film, dan gemar sekali musik. Kita senang Sastra meski kita belajar Bahasa. Kita bahkan tinggal di daerah yang sama, bahkan lahir di bulan yang sama. Aku suka cara berpakaianmu, gurauanmu, juga parfum yang kamu pilih. Jika boleh aku ingin tahu apa mereknya, agar nanti kubeli, menyemprotkannya di sekujur badanku. Aromanya akan kukenang dan kukenal di kemudian hari bila nanti keberadaanmu sudah tak lagi kumiliki. Gila ya? Biarin!
            Di beberapa kesempatan kamu kerap menjelma jadi sebuah Tower. Kenapa Tower? Sebab kamu dapat kulihat tapi sulit kurengguh. Kamu begitu tinggi sedang aku lelah mendongak hanya untuk menatapmu lebih lama. Burung-burung kadang singgah dan bertengger padamu, dan bukan cuma burung-burung, pepohonan sampai iri padamu. Badai lelah berusaha menjatuhkanmu. Terik matahari butuh waktu lama untuk memudarkan semangatmu. Dan tinggallah aku, seseorang yang dari jarak puluhan ribu meter memendam cinta dan damba pada Tower yang menjulang sampai membelah langit di atas sana. Aku kembali pada titik awalku: memikirkan tentang cinta yang tak mungkin lalu bersikeras meminta agar cinta itu menjadi mungkin.
            Begitulah cinta yang digdaya dengan sedikit dorongan kuasa alam, karenanya kita bisa menyukai sesuatu yang mulanya kita tak suka atau malah kita benci. Kamu suka The Beatles, aku pun jadi suka. Kamu suka saos banyak-banyak di makananmu, aku pun (terpaksa) menyukainya. Kamu pecinta puisi, aku pun berusaha menjadi puisi. Kamu gemar jalan-jalan, aku pun berusaha menjadi peta tempatmu bertanya. Apa pun agar kau terkesan.
            Serupa hari ini. Kita duduk berdua di satu ruangan sepi. Kamu diam dengan penyuara di telinga (lagu apa yang sedang kamu dengarkan? Aku harus tahu, harus download dan mendengarkannya juga). Aku pun tak jauh beda, ada handset di telingaku tapi sebenarnya aku tak mendengarkan lagu apa pun (gaya-gaya aja, agar kita sama). Kelemahanku adalah aku orang yang tak pintar membawa suasana, tak pintar memilih topik untuk dibicarakan, tak pandai berbasa-basi, tak pandai melucu, ditambah lagi aku suka kikuk jika di hadapanmu.
            Terpaksa, beberapa pertanyaan kulontarkan. Jawabanmu pendek-pendek saja. Aku coba melucu. Kamu tertawa dengan nada datar (tuh kan! Aku memang garing, mirip bakwan sehabis digoreng). Padahal banyak sekali yang sebenarnya telah kurencanakan. Hhmmm… ayo kita nonton konser, jalan-jalan, nonton film, jajan di kafe mahal, singgah di beberapa toko pakaian, lalu ke toko kaset: beli kaset musik atau kaset film. Boleh film luar negri atau anime. Terserah, yang penting kita tak diam-diaman seperti ini. Atau kita potong tumpeng saja? Masak pulut kuning? Piknik sambil makan pancake selebriti? Apa pun, asalkan setiap meomen yang kamu lalui bersamaku akan jadi momen berharga yang enggan kamu lupakan.
            Namun aku memang penghayal yang baik. Pelamun professional. Segala rencana yang indah-indah itu mendadak layu, serupa bunga dalam pot yang kekurangan air. Aku sering kesal. Saat kamu tak ada segala khayalan itu terasa begitu indah, begitu nyata. Namun, jika kita sudah bertemu, mendadak aku dihantam realitas. Kenyataan hidup seolah menjatuhkanku dengan telak, ia menyadarkanku jika aku memang bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Aku hanya orang yang berharap semoga cinta yang tak mungkin ini menjadi mungkin.
            Kalau boleh meminta, aku ingin sekali jadi tempatmu bercerita. Agap saja aku tong, tempat di mana kamu dapat buang semua sampah hatimu. Aku ingin sekali tahu, apa yang membuatmu cemberut sedari tadi, apa penyebab bicaramu jadi sedikit, jika memang ada masalah bolehkah kauizinkan aku tahu? Tapi jika pun aku tahu, apa yang orang macam aku ini dapat lakukan? Paling aku hanya bisa memberi nasehat-nasehat yang membosankan. Membuatmu tertawa saja aku tak sanggup, paling jatuhnya jadi garing lagi, mirip remah-remah rempeyek yang tak akan memuaskan rasa kenyangmu.
            Huufftt… sebenarnya banyak lagi yang ingin kuutaraklan. Ayo kita main ludo atau getrich. Potong kueh bolu dan tiup lilin kendati ulang tahunmu masih beberapa bulan lagi. Mungkin ke kebun binatang atau kita ke taman budaya nonton teater dan wayang. Banyakkan yang dapat kita lakukan?
Apa pun! Asalkan kamu merasa nyaman denganku dan ingin bertemu
lagi,
lagi,

lagi….

Pengikut

Label

Wikipedia

Hasil penelusuran